Kenapa barat lebih kreatif dari asia ? - ponda

Breaking

8/15/2016

Kenapa barat lebih kreatif dari asia ?


Budaya orang asia :

1. Materi adalah ukuran kesuksesan (rumah, mobil, uang dan harta lain). Orang asia jarang memperhatikan talenta yang dimiliki seseorang sejak lahir dan juga hasrat pada suatu bidang yang kurang populer dianggap tidak bisa menjamin kebahagiaan hidup. Maka dari itu bidang yang dianggap bisa cepat kaya seperti pejabat, dokter, pengacara dan sejenisnya ditanamkan kepada anak asia semenjak dari kecil, akibatnya bidang kreatif kurang mendapat tempat di hati orang asia.



2. Jabatan adalah ukuran martabat utama orang asia. Orang asia sangat memperhatikan jabatan, mereka lebih senang untuk dilayani dari pada melakukannya sendiri. Jabatan yang tinggi dianggap bisa memenuhi hasrat mereka, memerintah dan memaksakan kehendak ego perorangan atau kelompok nya sendiri. Orang yang memiliki jabatan mendapat hormat dan kemudahan yang luar biasa. Padahal jabatan tinggi adalah kepercayaan, memimpin berarti melayani orang orang yang sudah memilihnya. Pemimpin adalah pelayan masyarakat. 

3. Harta adalah ukuran martabat orang asia. Orang asia lebih ingin terlihat keren dari pada berguna. Mereka sering menggunakan barang barang mahal yang kepemilikannya dipaksakan. Mereka rela menghabiskan seluruh gaji bulanan mereka untuk sebuah gadget mewah, arloji, tas, mobil atau motor mewah. Padahal kemuliaan martabat seseorang itu datangnya dari dalam kepribadian/karakter seseorang, kapasitas dari dirinya. Bagimana dia mengambil keputusan dalam setiap masalah. Namun orang asia cenderung untuk "menempelkan" semua barang mewah dalam hidupnya untuk terlihat mulia / bermartabat.



Tidak heran Perilaku koruptif mengakar di seluruh lapisan masyarakat. Dan mudah ditebak Cerita, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin yang menjadi kaya mendadak karena  menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran menjadi tema yang digemari.

4. Hafalan adalah basis pendidikan, bukan pemahaman. Hampir 90% pendidikan asia adalah hafalan, Sampai tingkat sarjana pun, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya. Sebaliknya, mereka tidak diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.
Karena berbasis hafalan, pelajar di asia dijejali dengan berbagai macam ilmu. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu banyak tentang banyak hal, tapi bukan master dalam bidang apapun).
Karena berbasis hafalan pula, banyak pelajar Asia yang berhasil menjadi juara dalam Olimpiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg berbasis inovasi dan kreativitas.
5. Bertanya artinya bodoh. Rasa penasaran siswa kurang diterima di sekolah. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah, seminar atau loka karya, peserta jarang mau bertanya. Tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk minta penjelasan tambahan.




6. Takut salah dan takut kalah. Trial and error tidak berlaku di asia. Akibatnya, bangsa Asia tidak pernah mencoba hal2 diluar pakem nya, sifat eksploratif jarang dimiliki dan keberanian untuk mengambil resiko juga kurang. Akhirnya Menjadikan Asia kekurangan inovasi.

Prof.Ng Aik Kwang memiliki beberapa masukan untuk masalah ini :
1. Hargailah proses bukan hasil.
Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya. Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya. Biarkan anak didik memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta)-nya pada bidang itu, dan jangan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.
Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa buku-buku matematika, kalkulator dan google yang menyediakan jawaban jika anak didik harus menghafalkan rumus-rumus hitungan matematika dan jenis hitungan lain-lainya? 

Dasar kreativitas adalah rasa penasaran dan berani ambil resiko. Oleh karena itu, anak didik harus didorong untuk berani bertanya, berani mencoba dan berani belajar menciptakan sesuatu.
2. Guru adalah fasilitator, tidak harus mengetahui segalanya. 
Bukan sesuatu yang aneh jika guru tidak tahu jawaban suatu pertanyaan siswa, Guru juga terbatas, dia juga sedang dalam proses belajar.



3. Passion (Kesukaan) manusia terhadap suatu bidang adalah anugerah Tuhan. Sebagai orang tua di sekolah, guru harus bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak didiknya untuk menemukan passion-nya dan kemudian memberikan dukungan kepada anak didik untuk mengembangkan passion tersebut.
Mudah-mudahan dengan begitu, bangsa Indonesia bisa memiliki generasi muda yang kreatif dan inovatif tapi juga memiliki integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi.


No comments:

Post a Comment